Selasa, 04 Desember 2012

GALUGA DALAM SAJAK-SAJAK


SAJAK  PEMIMPIN BARU

Di ujung senja aku terlahir ke dunia
Menyapa dunia dengan tangis
Terselimut hangat pangkuan sang ibu
Aku tak sadar dengan itu semua
Tak ada kesadaran. Dan tak ada bayangan




Enam tahun aku menapaki bumi yang bingung
Menjadi anak-anak yang menyibukan waktunya dengan bermain
Menyibukan waktunya dengan belajar
Dan di ujung sana, aku melihat temanku yang termangu tak sekolah


Aku bingung harus melakukan apa kala itu.
Melihatnya menangis di ujung tembok yang kokoh
Sementara tanganku lunglai untuk mengangkatnya.
Aku harus bagaimana?


Dua belas tahun aku menggoda bumi
Menggoda para penghuninya agar tertarik
Menggodanya agar cinta
Dan aku melamarnya untuk berbagi dengan dia.
Tapi lagi-lagi godaanku membentur tembok ketidak pedulian


Sembilan belas tahun aku mencoba mencintai dunia
Dan membelainya setiap kala mau tertidur
Mencoba memeluknya dalam semu
Agar penghuninya sadar akan jarinya yang tertinggal
Tapi lagi-lagi cintaku tak cukup menggoyahkan kepeduliannya


Dan kini aku mencoba menarik pelangi agar turun menghampar dibumi
Memberikan keindahan bagi para pemikir
Bagi para penguasa
Bagi para bangsawan
Dan orang yang ingin menjadi manusia
Agar dia menumbuhkan kepeduliannya.

Aku termangu kala surya mulai menyapa
Memandangi orang-orang yang berjalan tanpa seragam
Memandangi orang-orang yang sibuk dengan gitar
Memandangi orang-orang yang sibuk dengan kepalsuan menebar janji
Sementara ia tinggalkan kala memeluk surya


Aku heran, dan menyusuri bumi yang telanjang di sebuah desa
Ratusan orang gergelut dengan kotor
Ratusan orang tanpa pendidikan
Puluhan orang sakit tanpa pengobatan medis
aku bingung harus berbuat apa?


Dua puluh satu tahun aku menjelajahi bumi telanjang di sebuah desa
Memandangi pernak pernik kehidupan yang jauh dari asa
Memandangi corak kehidupan yang kelabu
Mendengar tangis daging tak bertulang dari kerongkongan kecil
Melihat jalan-jalan yang hancur
Dan mendengar jeritan ibu-ibu yang terjatuh dari motor karena becek

Aku termangu memandangi itu semua.
Sementara di keramaian  sana ada yang berkata dengan balutan baju rapih;
“desa kita akan dibangun, jalan-jalan akan segera dilapisi permadi beton
Pelayanan kesehatan akan segera dibangun
Pendidikan akan segera ditingkatkan
Janda-janda tua akan diberi santunan
Asalkan saya dijadikan bapak lagi, oleh para sodara”


Udara pesta janji dalam semu
Dan sang anak menegur janji sang bapak
“hai bapaku yang lupa dengan anaknya.
Dahulu engkau berkata seperti itu
Tapi mana pembuktian perkataanmu?
Dan kini engkau kembali mengulangi janjimu kepada aku
Aku tak percaya lagi denganmu.
Dan aku akan segera mencari bapaku yang baru
Bapaku yang akan menyayangiku
Bapaku yang lebih muda darimu”

Peri pesta tari di atas langit
Awan menangis mendengar jeritan sang anak
Dan bidadari turun mengabarkan
“anak-ku tercinta.
Kelak aka nada sang bapak yang akan menyangimu
Sang bapak yang peduli denganmu
Sang bapak yang sangat mencintaimu sepenuhnya”


Gejolak bergemuruh dalam dada sang anak
Melukis ombak dalam dada
Menabur Tanya dalam daging tak bertulang
“siapa dia wahai bidadari?”


Senyum mengembang, melukis bibir indah sang peri
Hujahan jawaban menyiram kalbu sang anak yang bergejolak
“anak-ku dia akan datang tahun ini
Dia masih muda
Dia masih berguru dalam peraduan ilmu
Dan dia berasal dari ujung persinggahanmu
Kedantangnnya akan ditandai dengan senyum mengembang dalam gambar
Itulah dia.
Dialah yang akan menjadi bapakmu kelak
Bapak yang akan menyangi dan peduli dengamu.”


Dia bertanya?
Kapan dia akan datang?
Sang peri hanya menjawab
Takan lama lagi.




Wardi wardiansyah, 25 November 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar