Di ujung senja
aku terlahir ke dunia
Menyapa dunia
dengan tangis
Terselimut
hangat pangkuan sang ibu
Aku tak sadar
dengan itu semua
Tak ada
kesadaran. Dan tak ada bayangan
Enam tahun aku menapaki bumi yang bingung
Menjadi
anak-anak yang menyibukan waktunya dengan bermain
Menyibukan
waktunya dengan belajar
Dan di ujung
sana, aku melihat temanku yang termangu tak sekolah
Aku bingung harus
melakukan apa kala itu.
Melihatnya menangis
di ujung tembok yang kokoh
Sementara
tanganku lunglai untuk mengangkatnya.
Aku harus
bagaimana?
Dua belas tahun
aku menggoda bumi
Menggoda para
penghuninya agar tertarik
Menggodanya
agar cinta
Dan aku melamarnya
untuk berbagi dengan dia.
Tapi lagi-lagi
godaanku membentur tembok ketidak pedulian
Sembilan belas
tahun aku mencoba mencintai dunia
Dan membelainya
setiap kala mau tertidur
Mencoba
memeluknya dalam semu
Agar
penghuninya sadar akan jarinya yang tertinggal
Tapi lagi-lagi
cintaku tak cukup menggoyahkan kepeduliannya
Dan kini aku
mencoba menarik pelangi agar turun menghampar dibumi
Memberikan
keindahan bagi para pemikir
Bagi para
penguasa
Bagi para
bangsawan
Dan orang yang
ingin menjadi manusia
Agar dia
menumbuhkan kepeduliannya.
Aku termangu
kala surya mulai menyapa
Memandangi
orang-orang yang berjalan tanpa seragam
Memandangi
orang-orang yang sibuk dengan gitar
Memandangi
orang-orang yang sibuk dengan kepalsuan menebar janji
Sementara ia
tinggalkan kala memeluk surya
Aku heran, dan
menyusuri bumi yang telanjang di sebuah desa
Ratusan orang
gergelut dengan kotor
Ratusan orang
tanpa pendidikan
Puluhan orang
sakit tanpa pengobatan medis
aku bingung
harus berbuat apa?
Dua puluh satu
tahun aku menjelajahi bumi telanjang di sebuah desa
Memandangi
pernak pernik kehidupan yang jauh dari asa
Memandangi
corak kehidupan yang kelabu
Mendengar
tangis daging tak bertulang dari kerongkongan kecil
Melihat
jalan-jalan yang hancur
Dan mendengar
jeritan ibu-ibu yang terjatuh dari motor karena becek
Aku termangu
memandangi itu semua.
Sementara di keramaian sana ada yang berkata dengan balutan baju
rapih;
“desa kita akan
dibangun, jalan-jalan akan segera dilapisi permadi beton
Pelayanan
kesehatan akan segera dibangun
Pendidikan akan
segera ditingkatkan
Janda-janda tua
akan diberi santunan
Asalkan saya
dijadikan bapak lagi, oleh para sodara”
Udara pesta
janji dalam semu
Dan sang anak
menegur janji sang bapak
“hai bapaku
yang lupa dengan anaknya.
Dahulu engkau
berkata seperti itu
Tapi mana
pembuktian perkataanmu?
Dan kini engkau
kembali mengulangi janjimu kepada aku
Aku tak percaya
lagi denganmu.
Dan aku akan
segera mencari bapaku yang baru
Bapaku yang akan
menyayangiku
Bapaku yang
lebih muda darimu”
Peri pesta tari
di atas langit
Awan menangis
mendengar jeritan sang anak
Dan bidadari
turun mengabarkan
“anak-ku
tercinta.
Kelak aka nada
sang bapak yang akan menyangimu
Sang bapak yang
peduli denganmu
Sang bapak yang
sangat mencintaimu sepenuhnya”
Gejolak
bergemuruh dalam dada sang anak
Melukis ombak
dalam dada
Menabur Tanya
dalam daging tak bertulang
“siapa dia
wahai bidadari?”
Senyum
mengembang, melukis bibir indah sang peri
Hujahan jawaban
menyiram kalbu sang anak yang bergejolak
“anak-ku dia
akan datang tahun ini
Dia masih muda
Dia masih
berguru dalam peraduan ilmu
Dan dia berasal
dari ujung persinggahanmu
Kedantangnnya
akan ditandai dengan senyum mengembang dalam gambar
Itulah dia.
Dialah yang
akan menjadi bapakmu kelak
Bapak yang akan
menyangi dan peduli dengamu.”
Dia bertanya?
Kapan dia akan
datang?
Sang peri hanya
menjawab
Takan lama
lagi.
Wardi wardiansyah, 25 November 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar